Senin, 15 November 2010

Pemda Mimika Minta Tinjau Ulang Kontrak Karya Freeport

SEMENTARA ITU, bertepatan dengan penerapan Otonomi Daerah (Otda) dan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua sejak tahun 2001 silam, kini Pemda Kabupaten Mimika meminta kepada pemerintah pusat agar hak-hak daerah yang diatur dalam aturan perundang-undangan pajak dan penerimaan lainnya bukan pajak yang selama ini diatur oleh pempus sebaiknya perlu diatur kembali. Terkait dengan sejumlah penerimaan pajak dari PTFI yang diatur dalam UU maupun Kontrak Karya (KK) agar dapat dilihat ulang atau ditinjau kembali dengan memberikan hak yang lebih besar kepada daerah penghasil.

Demikian dikemukakan Wakil Bupati Mimika, Abdul Muis, ST.MM dalam pertemuan bersama dengan Komisi XI DPR RI dan Manajemen PTFI di Aula Hotel Rimba Papua, pada Juni lalu. Muis mengatakan tidak perlu menjelaskan sumber penerimaan yang perlu dilihat kembali, tetapi pada kenyataan daerah sangat rugi dan merasakan dampak dari aktifitas perusahaan. “ Harapan pemda ada win-win solution dari pemerintah pusat dari sisi pajak yang tidak diatur dengan UU, yang mestinya itu menjadi hak pemda. Ada lunsum dari PTFI untuk menangani beberapa masalah yang muncul yang bersumber dari dampak produksi PTFI,” kata Wabub Muis.

Muis mengatakan kehadiran PTFI berdampak luas pada kehidupan masyarakat di Kabupaten Mimika khususnya, Papua dan Indonesia pada umumnya.

Dia juga mengatakan dalam pertemuan beberapa kali antara pemda dengan anggota DPR RI, pemerintah pusat serta DPD RI, pemerintah mempersoalkan pajak badan yang selama ini diterima oleh Pemerintah Provinsi DKI Jaya yang nilainya triliunan rupiah. Pajak ini perlu dilihat kembali, bahwa badan atau kehadiran perusahaan PTFI akan berdampak lebih besar di Timika bukan di DKI, sehingga pajak ini harus dilihat lagi oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Keuangan RI. Masih ada yanglain yang akan pemda perjuangkan kepada pemerintah pusat.

Selain itu masalah lain, berdampak pada kebijalan fiscal pemerintah daerah yaitu tingginya migrasi penduduk dari luar ke Timika. Migrasi penduduk yang tinggi karena di Timika mudah memperoleh uang dari hasil mendulang tradisional di sungai aliran tailing yang dibuang dari tambang PTFI. Dulang dari hari kehari memunculkan masalah, sehingga membutuhkan penanganan khusus yang melibatkan berbagai pihak. Masalah lain yang hingga kini belum tuntas adalah batas wilayah, pemda belum memiliki aturan yang mengatur soal migrasi penduduk, perlu rekognisi, masalah dampak lingkungan.

Selain itu, Wabub Muis juga berterima kasih kepada pemerintah pusat dan PTFI yang telah mengalokasikan dana sebesar 1 Miliar Dollar Amerika Serikat (AS) untuk Pemda Mimika. Selain itu kontribusi lain, PTFI PTFI telah membangun satu unit gedung utama Kantor Bupati Pemda Mimika di kompleks Perkantoran Pemerintah di Kampung Karang Senang, SP3, Distrik Kuala Kencana (KK) dengan konstruksi lantai 3. “ Kewajiban-kewajiban lainnya dari PTFI akan dibahas bersama antara Pemda dan PTFI, dan beberapa persoalan dan kendala lainnya kami akan cari jalan keluar penyelesaiannya.

Komisi XI Pertanyakan Kedudukan Kontrak Karya PTFI///

Sedangkan anggota Komisi XI DPR RI, Edison Betaubun, SH.MH mempertanyakan tentang kedudukan kontrak karya (KK) seolah-olah mengesampingkan ketentuan aturan Peundang-Undangan pada level nasional dan Peraturan Daerah pada level daerah. Disisi lain, sejumlah pihak beranggapan bahkan secara terang-terangan berargumentasi bahwa kontrak karya (KK) sebagai lex spesialis dari semua tatanan perundang-undangan yang ada di dalam Negara ini.

“ Saya ingin menanyakan kepada manajemen PTFI apakah membentukan atau penyusunan kontrak karya setingkat UU sehingga dalam penerapan Manajemen PTFI selalu berliindung dibalik KK. Pada hal dalam UU Pertambangan Umum maupun tentang pajak dan UU lainnya berkaitan dengan aktifitas perusahaan sudah jelas mengatur tentang hak dan kewajiban perusahaan. Bila pemerintah atau pihak perusahaan mengatakan bahwa KK sebagai lex spesialis maka pemerintah harus menempatkan serta menjelaskan kedudukannya yang jelas, agar tidak membingungkan berbagai pihak dalam menentukan keputusan-keputusan berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Selain itu Betaubun menanyakan kepada manajemen PTFI apakah sejumlah program yang dijelaskan oleh juru bicara PTFI apakah benar sudah berjalan selama ini. Ternyata di Jakarta maupun di Papua masih ada suara-suara masyarakat yang mempersoalkan kehadiran PTFI di Papua. Suara masyarakat Papua sangat kencang yang masuk ke pemerintah pusat dan kepada DPR RI, yang mempersoalkan kehadiran perusahaan Freeport yang menurut mereka belum berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat Papua.

Sedangkan rekan Betaubun, Ir Dolfi Ofp mempertanyakan tentang kerusakan lingkungan akibat aliran tailing sebagai sisa hasil tambang yang dibuang PTFI melalui sungai. Kerusakan lingkungan harus dibayar oleh pihak perusahaan.” Dulu sewaktu Prof Dr Risal Ramly menjadi Menkoekuin mengklaim kerusakan lingkungan harus dihitung dan dibayar kompenisasi oleh perusahaan. Mestinya langkah yang dibuat Pak Risal Ramly dapat ditindaklanjuti oleh Menkoekuin dan Menkeu sekarang ini,” kata Dolfi. Sembari mengatakan UU no 14 tahun 2009 tentang Minerba menjelaskan segala ketentuan dalam kontrak karya perlu menyelesaikan dengan UU. Kontrak karya aturan yang dibuat bersama oleh pemerintah dan perusahaan, dan aturan ini bukan UU, karena dalam tataran aturan perundang-undangan di Republik Indonesia jelas Pancasila, UUD 1945, UU, PP, Perda, Pergub, Perbup. Sedangkan Kontrak Karya tidak diatur dalam tatanan perundang-undangan yang berlaku dala Negara ini, dengan demikian perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia wajib dan tunduk terhadap UU yang berlaku.

Selain itu, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran cukup besar pada bidang lingkungan hidup. Apalagi di Kabupaten Mimika sepanjang aliran sungai tailing hutan sudah gundul, pohon-pohon mati untuk itu, Lingkungan hidup segera merencanakan program-program penanganan yang lebih serius.

Kemudian mengenai royalty, pemerintah perlu membahas secara terus menerus antara pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten Mimika dengan PTFI. Demikian pula dengan permintaan-permintaan lain dari pemerintah seperti lunsum perlu mendapat tanggapan serius dari PTFI. (hmd/amr- ngutip : bintang papua )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar